Medan | Acehtraffic.com - Temuan 145 kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia [HAM] dan kekerasan yang melibatkan sektor keamanan negara dominan dilakukan oleh kepolisian. Didapati 107 kasus pelanggaran HAM yang dilakukan polisi. Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Eksekutif BAKUMSU Benget Silitonga, Selasa [27/12].
“Terbanyak dilakukan kepolisian dengan 107 kasus, 11 kasus dilakukan oleh TNI, 6 kasus dilakukan oleh kejaksaan, 4 kasus dilakukan oleh birokrat dan 16 lainya dilakukan oleh OTK. Dan sampai saat ini polisi yang menjadi 'juara bertahan' dalam pelanggaran HAM dan tindakan kekerasan,” ungkapnya.
Dipaparkan, jenis kekerasan yang dilakukan polisi berupa penganiayaan dengan 31 kasus, 20 kasus pembiaran, pembunuhan diluar prosedur hukum 9 kasus, penangkapan sewenang-wenang 8 kasus, penyalahgunaan senjata dan penembakan 7 kasus, penyiksaan 6 kasus, narkotika 6 kasus, teror dan intimidasi 5 kasus, penipuan/pencurian/ penggelapan ada 4 kasus, pelecehan seksual dan perkosaan 3 kasus dan perampokan ada 1 kasus.
“Yang harus diingat polisi adalah masyarakat sipil juga dan polisi tidak hanya menegakkan hukum, namun juga harus menjadi public service atau melayani masyarakat dan polisi harus melindungi yang lemah,”jelasnya.
Koordinator KontraS Sumatera Utara Muhrizal Syaputra mengungkapkan Kota Medan adalah kota tertinggi pelanggaran HAM di Sumut, disusul Deliserdang dengan 19 kasus, dan Langkat dengan 13 kasus.
Kasus pelanggaran HAM yang menjadi sorotan saat ini, lanjutnya, kriminalisasi terhadap tujuh orang petani di Desa Dagang Kerawan. “Ini merupakan konflik kelompok tani dengan mafia tanah. Kasus pelanggaran HAM dalam konflik masyarakat lokal Mandailing Natal, polisi [Brimob] lebih melindungi kepentingan perusahaan tambang [PT. Sorik Mas]. Kasus penggusuran lahan seluas sekitar 7,5 hektar di Jalan Jati, Pulo Brayan Medan, ratusan warga pemilik 52 sertifikat hak milik [SHM] dipaksa keluar,” ungkapnya.
Terpisah, Divisi HAM Lembaga Bantuan Hukum Irwandi Lubis mengutarakan saat polisi pisah dari TNI, polisi difungsikan untuk melindungi masyarakat dan mengarah ke humanis.
“Namun sayangnya, polisi masih menggunakan pendekatan militer. Padalah polisi diberikan mandat sebagai penegak hukum. Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh polisi terjadi karena kurangnya pengetahuan polisi terhadap HAM,” terangnya.
Padahal dalam Peraturan Kapolri [Perkap] No. 8 tahun 2009 diatur tentang implementasi prinsip dan standar HAM dalam penyelenggaraan tugas kepolisian negara Republik Indonesia yang pada intinya mewajibkan polisi mengedepankan prinsip penghormatan HAM.
“Polisi cenderung juga bekerja pada pengusaha yang membayar polisi dan saat dibayar polisi lebih mengutakan kepentingan pengusaha daripada kepentingan rakyat. Hal ini tidak boleh terjadi, polisi harus berada di titik tengah dan tidak boleh berpihak,” tegasnya.
Kepala Pusat Studi Hak Asasi Manusia [Pusham] Universitas Negeri Medan Majda El Muhtaj bahwa polisi harus sesuai dengan mottonya melayani dan melindungi masyarat. “Arogansilah yang menyebabkan aparat polsi melakukan tindakan anarkis yang menjadi pelanggaran HAM maka dari itu polisi harus membenah pengetahuan tentang komunikasi massa serta menghilangkan tindak kekerasan dalam tugas.| AT | JM |
Tweet |
0 comments: