
 Lhokseumawe  | Acehtraffic.com - Menjelang akhir masa jabatannya Munir Usman selaku  Walikota Lhokseumawe meninggalkan hadiah manis nya yang tak kan  terlupakan oleh warga pesisir Hagu selatan. Ratusan rumah warga Hagu  selatan ambruk diterjang ombak laut. Sehingga warga yang mayoritas  pencariannya nelayan tak memiliki rumah lagi selain itu warga juga tidak  dapat melakukan shalat berjamaah lantaran sebuah meunasah ikut ambruk  dihantam ombak.
 Peristiwa  ini terjadi 2 tahun yang lalu, 2009. Pada saat itu pemko Lhokseumawe  membuat batu pemecah ombak, lambatnya pekerjaan ini berdampak buruk bagi  warga tersebut. Pasalnya pemasangan batu yang dikerjakan seolah  membentuk sebuah pintu raksasa untuk ombak laut, aman bagi wilayah yang  telah diletakkan batu namun tidak aman bagi warga yang belum ditutupi  laut dengan batu pemecah ombak sehingga ombak dengan ganasnya menghantam  rumah warga yang tak memiliki lindungan batu tersebut.
 Akibatnya  seperti yang terjadi hingga sekarang ,masih ada warga yang tinggal  digubuk darurat yang dibuatnya sendiri, numpang dirumah saudara bahkan  ada yang terpaksa menyewa ditempat lain sehingga warga harus bekerja  keras untuk melunasi rumah sewanya bahkan ada yang diusir oleh pemiliki  rumah karena tak sanggup membayar sewa rumah.
 Tak  hanya itu warga juga kesulitan untuk melaut, kalau dulu mereka dapat  mendaratkan perahu dan pukatnya didepan rumah kini tak bisa lagi karena  ada batu besar pemecah ombak yang membatasi antara laut dan rumah warga.  Nelayan harus mendaratkan perahu dan pukatnya jauh dari rumahnya  sehingga pukatnya rawan dirusak atau hilang akibat dicuri orang. Jika  ada yang nekat meletakkan perahunya di balik batu maka perahunya akan  hancur berkeping-keping akibat dihantam ombak ke batu besar tersebut.
 Tak  hanya itu nelayan juga kesulitan menarik pukat darat, karena tingginya  batu tersebut sehingga memaksa nelayan untuk menarik pukat diatas batu  tersebut sehingga tak ayal nelayan acapkali cedera akibat tergelincir,  ada yang terkilir pinggangnya, ada yang robek lututnya bahkan maaf ada  yang kantong menyannya tergeser akibat terperosok ditengah-tengah lobang  batu.
 Tingginya  batu tersebut bukan menjadi penghalang bagi ombak untuk  meluluhlantakkan rumah nelayan yang masih tersisa, bahkan terjangan  ombak semakin mengganas. Para nelayan tersebut terpaksa merogoh koceknya  yang memang tipis untuk membeli tiang-tiang rumahnya agar tetap berdiri  kokoh sehingga kantongnya benar-benar menipis.
 Hingga  kini pemko Lhokseumawe belum memberikan bantuannya padahal telah  berjalan 2 tahun, lagi pula dua tahun yang lalu walikota Lhokseumawe  pernah berjannji akan memberikan rumah sebagai tempat tinggal yang layak  untuk nelayan itu. Namun hingga sekarang janji tinggal janji. Entah  lupa atau pura-pura lupa.
 Tahun  2012 ini walikota munir usman kembali mencalonkan diri melalui jalur  independen sebagai calon walikota dengan slogannya “lanjutkan”, masih  pantaskah dia menduduki kembali posisinya jika terpilih nanti ? itu  hanya sedikit gambaran, masih banyak warga nelayan yang hingga kini tak  jelas nasibnya ataupun rumahnya yang layak huni. Mulai dari ulee jalan,  ujuong blang, hagu barat laut, hagu tengah, hagu selatan, kampung jawa  lama, hingga pusong.
 Belum  lagi pembangunan yang cenderung anarki, seperti menebang pohon yang  berada dipinggir jalan dengan dalih memperlebar jalan, setelah jalan  diperlebar tak nampak satupun pohon yang ditanam kembali padahal pohon  tersebut sangat berfungsi untuk menampung serta menahan erosi yang  keluar dari asap knalpot kendaraan.
 Selain  itu pohon tersebut juga berfungsi bagi pejalan kaki karena teduh yang  diciptakannya. Jika dulu dipinggiran jalan ada trotoar untuk pejalan  kaki, sekarang tak ada tempat lagi bagi pejalan kaki. Pejalan kaki  terpaksa berjalan dipinggiran aspal sambil menghirup debu dan asap  knalpot kendaraan yang lalulalang dibawah terik matahari yang menyengat.
 Lain  lagi masalah pengemis yang semakin lama memenuhi kota Lhokseumawe, jika  malam telah tiba kita dapat melihat ada wanita yang telah berumur  bersama anaknya yang masih kecil tidur dipinggir badan jalan, padahal  bangunan megah Kantor Walikota hanya berjarak 2 bangunan didepannya.  Miris memang, tapi itulah yang terjadi di Kota Lhokseumawe. | AT | HR |  Anak Pantai
| Tweet | 













 
0 comments: