R
amainya perbincangan tentang program RSBI/SBI di sebuah millist pendidikan akhirnya menyinggung juga pada hal-hal yang ada di luar masalah utama. Hingga saya membaca salah satu postingan yang menyinggung tentang Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 dengan slogan ISO ORA ISO YO KUDU ISO, kira-kira begitu bunyinya, yang artinya BISA TIDAK BISA HARUS BISA atau diplesetkan ISO TIDAK ISO HARUS ISO. Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 (selanjutnya akan saya tuliskan : ISO 9001:2008) memang menjadi salah satu indicator pemenuhan kinerja kunci tambahan (IKKT) SBI dalam unsur pengelolaan/manajemen yang kini menjadi salah satu yang ramai untuk diperdebatkan karena cukup menyedot anggaran sekolah dalam implementasinya sehingga biaya untuk belajar di SBI.Namun dalam pelaksanaannya, ISO 9001:2008 yang diimplementasikan di sekolah-sekolah sebagian besar cenderung hanya sebagai formalitas untuk memenuhi persyaratan dalam IKKT tersebut. Sehingga sekolah-sekolah melakukan sertifikasi dan audit hanya untuk ‘menggugurkan’ kewajiban saja.
ISO 9001:2008 didesain untuk mengatur system dan manajemen dalam sebuah organisasi agar dapat mencapai apa yang diharapkan oleh konsumen dari produk organisasi tersebut secara efektif dengan peningkatan dan perbaikan yang terus-menerus. Tujuan inilah yang diabaikan oleh banyak organisasi (termasuk sekolah), bahwa mereka hanya mencukupkan diri untuk sesuai (compliance) pada persyaratan-persyaratan ISO dan pada akhirnya mendapat sertifikat. Persis dengan seorang guru yang hanya ikut seminar demi sertifikat saja. Jadi sesungguhnya yang salah ataupun pantas disalahkan adalah bukan ISO-nya, namun kembali kepada pribadi atau organisasi masing-masing yang niatnya perlu diluruskan.
ISO untuk Sekolah, Cocokkah?
ISO 9001:2008 meminta kita untuk menentukan goal setting untuk setiap produk yang akan dihasilkan, produk dapat berarti benda hasil proses ataupun jasa. Jika kita berada dalam lingkungan sekolah, maka kita dapat namakan sebagai profil lulusan atau profil alumni. Dalam menentukan profil alumni kita harus menganut prinsip SMART (specific, measurable, achievable, relevant dan time bound), sehingga jelas arah pengembangan karakter setiap sekolah.
Setelah menetapkan profil alumni yang tentunya berdasarkan atas visi dan misi sekolah dan peraturan perundang-undangan, maka sekolah juga menetapkan kebijakan mutu yang mengandung komitmen dari semua komponen sekolah dalam mencapai dan mewujudkan profil alumni. Profil alumni yang merupakan target dari proses pendidikan harus diperinci dalam silabus mutu atau dikenal dengan sasaran mutu yang menjelaskan langkah real dalam mencapai profil alumni. Sebetulnya sasaran mutu sudah mirip dengan rencana strategis (renstra) maupun rencana operasional (renop) sekolah, hanya perlu penyempuranaan dengan berprinsip pada SMART.
Gambaran interaksi proses yang ada di sekolah harus digambarkan secara jelas. Contohnya mulai dari PSB, MOS, pembelajaran, evaluasi, kelulusan, sarana-prasarana, POMG, keuangan, dsb. Gambaran inilah yang menjelaskan proses komunikasi dan alur koordinasi yang ada dalam sekolah tersebut. Pada setiap proses yang telah digambarkan, kemudian dibuatlah uraian kerja untuk penanggung jawab masing-masing proses dan SOP (standard operational procedur)-nya.
Untuk memastikan keefektifan system yang dibuat di sekolah, maka harus ada audit yang dilakukan oleh internal sekolah atau eksternal. Prinsip dalam audit (bahasa lainnya adalah muhasabah) adalah untuk menemukan kelemahan system yang kemudian harus ditindaklanjuti dengan perbaikan. Pengukuran proses yang menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan dalam mewujudkan profil alumni harus dilakukan secara berkala. Contoh mudahnya, siswa di kelas 3 SMP, sudahkan memenuhi 90% dari profil alumni yang diharapkan? Jika belum, temukan kendala dan solusinya.
ISO 9001:2008 mensyaratkan bahwa organisasi tetap menjamin kegunaan produk yang dihasilkan, apapun hasilnya. Jika ada ketidaksesuaian pada profil alumni baik setelah selesai dalam proses pendidikan ataupun selama proses pendidikan, maka sekolah harus mengupayakan dan membuat SOP perbaikan (remedial), matrikulasi, penanganan siswa berkebutuhan khusus, dsb. Inilah yang menarik bagi saya : apapun yang terjadi selama proses pendidikan, tidak ada siswa yang bodoh ataupun gagal belajar, karena ISO 9001:2008 berorientasi pada proses, bukan hanya sekedar out put saja. Sehingga saya mencoba mendefinisikan lebih detail ISO 9001:2008 pada proses pendidikan dengan pendekatan multiple intelligence, di mana sesuai dengan Howard Gardner bahwa setiap orang memiliki kelebihan/kecerdasan masing-masing yang hanya dapat diukur dengan alat ukur yang sesuai. Multiple Intelligence juga memberikan petunjuk dalam proses belajar dan mengajar menggunakan strategi modalitas atau gaya belajar siswa. Untuk sekolah berasrama, saya sedang belajar pendidikan karakter di sebuah sekolah karakter milik sebuah yayasan yang memang berorientasi pendidikan karakter. Harapannya, saya bisa mendefinisikan proses pendidikan dalam ISO 9001:2008 lebih jelas dalam proses pendidikan dengan pendekatan multiple intelligence dan pendidikan karakter, karena sifat ISO 9001:2008 masih bersifat umum.
Tidak semua sekolah mengimplementasikan ISO 9001:2008 hanya sebagai formalitas belaka. Ada beberapa sekolah yang tidak berorientasi SBI namun mengimplementasikan ISO 9001:2008 dan dapat berkembang cukup bagus, khususnya bagi sekolah-sekolah yang masih dalam tahap perintisan, manfaat ISO sangat terasa dalam hal dokumentasi, alur kerja-koordinasi-komunikasi, job description dan prosedur operasi standar (SOP) sehingga masing-masing anggota organisasi sekolah dapat memahami tugasnya.
Mahal?
Konsultan ISO untuk pendidikan memang biasanya mematok harga yang tinggi untuk pembinaan implementasi ISO 9001:2008 sampai sertifikasi, dan setelah itu : selesai. Biaya itu belum termasuk biaya sertifikasi yang harus dibayarkan kepada lembaga sertifikasi.
Padahal sesungguhnya lembaga ISO tidak pernah mengeluarkan sertifikat ISO untuk suatu organisasi (sementara itu yang saya pahami dari websitenya:http://www.iso.org (Klik Disini Untuk Membaca Lebih Lengkap) dan tidak memiliki keterkaitan dengan badan sertifikasi ISO. Itulah yang membuat salah kaprah. Memang dengan adanya audit dari badan sertifikasi, system akan terkontrol oleh pihak luar. Namun itu kembali tergantung pada lembaga sertifikasi, karena menurut pengalaman saya, ada beberapa lembaga sertifikasi ataupun auditornya kurang tegas dalam proses audit.
Saya diminta membantu membenahi atau pun membuatkan system manajemen di beberapa sekolah dan mencoba mengimplementasikan ISO 9001:2008 dengan pendekatan multiple intelligence dan pendidikan karakter. Tanpa harus mengeluarkan biaya yang mahal untuk sertifikasi (tapi tetap kami persilahkan jika sekolah ingin disertifikasi oleh lembaga yang berwenang) dan tidak berorientasi formalitas SBI, mereka tetap dapat mengimplementasikannya dengan sangat baik meski tidak ada logo badan sertifikasi di samping logo sekolah, karena niat mereka yang tulus untuk mengelola sekolah dengan rapi dan manusiawi.
Tweet |
0 comments: