K
emampuan dalam arti yang umum dapat dibatasi sebagai “Kemampuan adalah perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan” (Danim, 1994 : 12). Sedangkan dalam konteks keguruan, kemampuan tersebut diterjemahkan sebagai “gambaran hakekat kualitatif dari perilaku guru yang nampak sangat berarti” (Wijaya, 1992 : 7). Dengan demikian, suatu kemampuan dalam suatu profesi yang berbeda menuntut kemampuan yang berbeda-beda pula. Sedangkan kemampuan dalam profesi keguruan akan dicerminkan pada kemampuan pengalaman dari kompetensi keguruan itu sendiri.Apabila disimak makna yang tertuang dalam kaidah kemampuan tersebut, maka setiap profesi yang diemban seseorang harus disertai dengan kemampuan, dimana profesi itu sendiri dibatasi sebagai “Suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut di dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat” (Sardiman, 1986 : 131).
Dalam profesi keguruan, kriteria yang dipergunakan untuk menjembataninya sebagai sebuah profesi secara umum adalah sebagai berikut:
(a) Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
(b) Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
(c) Jabatan yang memerlukan persiapan professional yang lama.
(d) Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
(e) Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanent.
(f) Jabatan yang menentukan standarnya sendiri.
(g) Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
(h) Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat (Soetjipto, 1999 : 18).
Secara khusus, profesi keguruan bercirikan dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Memiliki spesialisasi dengan latar belakang teori yang luas, maksudnya :
(a) Memiliki pengetahuan umum yang luas.
(b) Memiliki keahlian khusus yang mendalam.
2. Merupakan karier yang dibina secara organisatoris, maksudnya:
(a) Adanya keterikatan dalam suatu organisasi professional.
(b) Memiliki otonomi jabatan.
(c) Memiliki kode etik jabatan.
(d) Merupakan karya bakti seumur hidup.
3. Diakui masyarakat sebagai pekerjaan yang mempunyai status professional, maksudnya :
(a) Memperoleh dukungan masyarakat.
(b) Mendapat pengesahan dan perlindungan hukum.
(c) Memiliki persyaratan kerja yang sehat.
(d) Memiliki jaminan hidup yang layak (Sardiman, 1986 : 131 – 132).
Gambaran (citra) guru yang ideal mengalami perubahan dari waktu ke waktu, dalam hal ini J. Sudarminta sebagai seorang filsuf dan pengamat pendidikan di Indonesia memberikan rambu-rambu tentang citra guru sebagai berikut:
1. Guru yang sadar dan tanggap akan perubahan zaman, pola tindak keguruannya tidak rutin (tidak dibenarkan jika guru menerapkan pola kerja yang baku tanpa memperhatikan individualistis peserta didik), guru tersebut maju dalam penggunaan dasar keilmuan dan perangkat instrumentalnya (misalnya sistem berpikir, membaca keilmuan, kecakapan problem-solving, seminar dan sejenisnya) yang diperlukannya untuk belajar lebih lanjut (berkesinambungan).
2. Guru yang berkualifikasi profesional, yaitu guru yang tahu secara mendalam tentang apa yang diajarkannya, cakap dalam mengajarkannya secara efektif serta efesien dan guru tersebut berkepribadian yang mantap.
3. Guru hendaknya berwawasan dan berkemampuan menggalang partisipasi masyarakat di sekitarnya, tanpa menjadi otoriter dan dogmatik dalam pendekatan keguruannya.
4. Guru hendaknya bermoral yang tinggi dan beriman yang mendalam, seluruh tingkah lakunya (baik yang berhubungan dengan tugas keguruannya maupun sosialitasnya sehari-hari) digerakkan oleh nilai-nilai luhur dan taqwanya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Secara nyata guru tersebut bertindak disiplin, jujur, adil, setia dan menghayati iman yang hidup (Samana, 1994 : 21).
Idealnya profesi keguruan bukan hanya sekedar untuk mengisi lowongan pekerjaan, tidak juga semata-mata untuk menentukan prestise, tetapi profesi keguruan harus dapat ditempatkan sebagai sebuah profesi kemanusiaan yang dilandasi oleh panggilan hati nurani dengan dasar-dasar kemampuan yang seharusnya dimiliki untuk melaksanakannya. Profesi keguruan merupakan sebuah profesi yang strategis untuk membawa angin kemajuan pada semua aspek nilai-nilai kemanusiaan. Dengan demikian, guru tidak hanya sekedar berfungsi menyampaikan ilmu pengetahuan, tetapi lebih-lebih ia adalah pendidik yang bertugas mentrasfer dan mengembangkan nilai-nilai kemasyarakatan, sehingga dengan demikian tugas-tugas keguruan menuntut kemampuan yang majemuk dalam proses pendidikan, sehingga kemajuan ilmu pengetahuan, kecanggihan teknologi dan dinamika seni yang telah dicapai sekarang ini belum mampu menggantikan kehadiran seorang guru dalam proses belajar mengajar. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh (Sudjana, 1989 : 19), berikut ini.
Kehadiran guru dalam proses pembelajaran masih memegang peranan penting. Peranan guru dalam proses pembelajaran belum dapat digantikan oleh mesin, radio, tape recorder atau komputer yang paling modern sekalipun. Masih terlalu banyak unsur manusiawi seperti sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan lain-lain yang merupakan hasil dari proses pembelajaran tidak dapat dicapai melalui alat-alat tersebut.
Mengingat peran pentingnya kehadiran seorang guru pada proses pendidikan itu, maka kemampuan-kemampuan yang seharusnya dimiliki sebagai pondasi profesinya adalah tonggak awal bagi keberhasilannya dalam menjalankan tugasnya.
Kemampuan mengajar guru, sebenarnya merupakan pencerminan penguasaan guru atas kompetensinya, sedangkan gugus kompetensi dasar keguruan itu adalah: (1) Kemampuan merencanakan pengajaran; (2) Kemampuan melaksanakan pengajaran; (3) Kemampuan mengevaluasi pengajaran.” (Imron, 1995 : 168).
Kompetensi merupakan suatu kemampuan yang mutelak dimiliki guru agar tugasnya sebagai pendidik dapat terlaksana dengan baik. Kompetensi merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pendidikan dan pembelajaran di jalur sekolah. Kompetensi sebagai konsep dapat diartikan secara etimologis dan terminologis. Dalam pengertian etimologis kompetensi dapat dikemukakan bahwa “Kompetensi tersebut berasal dari bahasa Inggris, yakni competency yang berarti kecakapan dan kemampuan. Oleh karena itu dapat pula dikatakan bahwa kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan) sesuatu” (Djamarah, 1994 : 33). Sedangkan secara definitif, kompetensi dapat dijelaskan sebagaimana yang dinyatakan oleh seorang ahli bahwa “Kompetensi adalah suatu tugas yang memadai atau pemilikan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang” (Roestiyah, 1986 : 4). Apabila pengertian ini dihubungkan dengan proses pendidikan, maka guru sebagai pemegang jabatan pendidik dituntut untuk memiliki kemampuan dalam menjalankan tugasnya. Untuk itu, seorang guru perlu menguasai bahan pelajaran dan menguasai cara-cara mengajar serta memiliki kepribadian yang kokoh sebagai dasar kompetensi. Jika guru tidak memiliki kepribadian, tidak menguasai bahan pelajaran serta tidak pula mengetahui cara-cara mengajar, maka guru akan mengalami kegagalan dalam menunaikan tugasnya. Oleh karena itu, kompetensi mutelak dimiliki guru sebagai kemampuan, kecakapan atau keterampilan dalam mengelola kegiatan pendidikan. Dengan demikian, kompetensi guru berarti pemilikan pengetahuan keguruan dan pemilikan keterampilan serta kemampuan sebagai guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik.
Daftar Bacaan
Danim, Sudarwan. 1994. Tranformasi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Djamarah, Syaiful Bahri. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional.
Imron, Ali. 1995. Pembinaan Guru di Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya.
Roestiyah, NK. 1986. Masalah-masalah Ilmu Keguruan. Jakarta: Bina Aksara.
Samana, A. 1994. Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Kanisius.
Sardiman, AM. 1986. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Kakarta: CV. Rajawali.
Sudjana, Nana. 1989. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Wijaya, H. ES dan Tabrani Rusyan. 1992. Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Nine Karya Jaya.
Tweet |
0 comments: